Powered By Blogger

Sabtu, 20 Maret 2010

BETAPA PILUNYA HARAPAN

Aku tak peduli apakah kita dapat membaca matahari, bulan ataupun langit. Kita tidak hanya akan menemukan kekosongan dan sebanyak mana kesepian ini mendera, namun kita juga menemukan arti bahwa matahari, bulan dan langit ada karena begitulah cara tuhan mencintai. Hanya saja misteri pertemuan kita tak pernah menjadi begitu jelas.
Bagaimana cara tuhan bekerja, masih berupa kotak hitam tak tersentuh. Penuh tekateki dengan huruf simpang siur mencekik mata dan jiwa, membayang di setiap nafas yang terdera getar pilu, ketika perpisahan mulai merayapi waktu, ketika tersadar bahwa kau dan aku akan menua.
Dan tak banyak sisa hari yang mungkin dapat kugenapkan sebagai keinginanku untuk menghabiskan katakata bersamamu. Bahkan percaya satu kesempatan akan membuatku hilang dari paruparumu, lalu kau tak dapat menghitung seberapa banyak pepohonan menggelap saat senja membawa malam kedalam kesunyian.
Aku yang tak jera memandang wajahmu, selalu ada di setiap masa untuk membalut luka luka baru saat menelan seruan keinginanmu sendiri, menjelajahi kekasih demi kekasih, dari satu kota kekota yang lain. Dari sebuah gelisah ke resah yang kelam. Lalu terpuruk di ujung jam jam yang berderak sempurna. Memilih waktu untuk kesepian bersama aroma parfum yang basi.
Aku tidak akan meninggalkanmu. Meski fisik kau sudah tak di sini. Meski tak kudengar matamu membaca kesedihan alam, lalu meneriakkan sunyi seperti suara gong bertalu di tengah butanya malam. Tidak akan! Dan lihat, seperti hujan kepada musimnya, janjipun akan kutepati.
Aku akan mengabadikanmu dalam imajinasi, meski direalitas jantung ini tak sudah sudahnya kau cabik hati dengan rindu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar