Powered By Blogger

Sabtu, 20 Maret 2010

Nona Muctar & Puisi puisinya: GUS DUR

Nona Muctar & Puisi puisinya: GUS DUR

GUS DUR

Angin resah bertiup di antara daun daun dan
Bendera setengah tiang
Mengabarkan kematian dengan begitu pilunya


des/2009

HILANG

Tidak selalu ada tempat bagiku untuk menemukan hatimu
Ketika benci kian memenjarakanku darimu,
Bulan, deru kereta api dan suara di malam malam kita menjadi putih dan kosong
Aku bertarung dengan keindahan semu yang kau titip di langit senja
Begitupun rindu yang berkibar di matamu
Hanya patahan kata setipis cahaya matahari saat senja jatuh di kening
Melenguhkan kata kata yang belum sempat kukatakan padamu
Ketika itu kau bernyanyi asmara biru di dadaku
Membakar hasrat temu kita pada matahari
Kenangan selalu kembali membawa sunyi di hati
Menjadikan siang malam tak bedanya dengan rerintikan hujan,
Sunyi, sepi dan dingin
Dan rindu lalu kian jauh berjalan mencarimu
Membawa keabadian perasaan yang pernah ku titip di lekuk senyum bibirmu
Tapi kau masih tak di manapun

Benak kosong tanpamu,
Serupa gerimis pada senja yang membawamu kemari
Di ketika itu kau bilang aku adalah masa depan
Dan kau adalah jalanku kesana
Ahh, ku biarkan malam dan seluruh rindu membawa kenangan
Sebab kenangan adalah tamu dimimpi mimpi
Seperti musim hujan yang tiba dan menderas di bulan Desember
Seperti Laron Laron mengerubuti cahaya ketika musim dingin menghampiri
Begitupun engkau di hatiku..

BAGAI AKU

Seperti Drupadi yang mencemburui Arjuna ketika menatap Subadra
Seribu keinginan menguarkan aroma rindu di dalam tatap matanya
Menikam jantung dan menebus Mayapada
Serupa cinta Bima kepada Panchali
Perih terselubung di dalam jiwa yang cemburu
Bagai aku...

KAU DAN AKU

Dalam gelap semesta yang padat dengan kegalauan
Kau dan aku adalah pencinta abadi
Memenuhi ruang kosong di bumi
Dengan mimpi mimpi senggama mengejutkan

Betapa indah ketika rindu pernah menyatukan kita..

MENIKMATI SUNYI DAN SETUMPUK RINDU YANG KAU BEBANKAN PADAKU

Pagi telah kehilangan cahaya
Bangun dari lelap yang letih
tak kutemui kau di antara embun hari ini
Lalu sunyi bagai mata pisau..

DI KOTA

Menikmati malam terakhir di Kota :
ada sepi yang sunyi, ada resah yang tabu
juga setumpuk kata kata
yang ingin kutumpahkan kepadamu.
Semoga masih ada harapan ketika pagi datang
dan senja nanti kau tak hilang dari ingatan..

Kotamobagu, 10/01/2010

SURAT

Menjemput siang, ada sepucuk surat terbawa angin
dari kotamu ketika itu
dan pada kalimat kalimatnya
kutemukan sesuatu yang melukiskan bahwa aku :
'kau sama skali tak ada dalam ingatanku'

oh betapa sunyi rindu yang kupelihara..

(semoga hari ini tak hujan : doa bila nanti aku ingin kembali)

SURAT

Menjemput siang, ada sepucuk surat terbawa angin
dari kotamu ketika itu
dan pada kalimat kalimatnya
kutemukan sesuatu yang melukiskan bahwa aku :
'kau sama skali tak ada dalam ingatanku'

oh betapa sunyi rindu yang kupelihara..

(semoga hari ini tak hujan : doa bila nanti aku ingin kembali)

SEMALAM DI KOTAMU

Semalam di Makassar
menatap langit yang sepi bintang
juga ramai cahaya lampu lampu kota.
Ada sepi yang riang dan
rindu yang mulai menghitam.
Aku kehilangan sinyal di belantara kota ini.
Tersesat dalam cinta yang kau tawarkan
lalu sendiri bertanya tanya..

Makassar, 11/01/2010

YANG DATANG DAN PERGI

Tak ada yang abadi ketika aku datang kekota itu
dan kau tak ada.
Memandang senja sendiri,
merasa sepi sendiri,
menghitung resah dari kenangan satu ke ingatan yang lain.
Dan mungkin hanya dari satu keinginan lain itu,
ketika aku mengenalmu lalu jatuh cinta setengah mati, kau pergi.
Namun begitulah cinta,
datang dan pergi sesuka hati.
Membawa dan meninggalkan luka pada tiap jejak langkahnya..

MATAMU

yang kuanggap sepi adalah matamu,
sesuatu yang kukira cinta adalah matamu,
sesuatu yang kupikir rindu adalah matamu,
hati yang menyimpan matamu adalah sesuatu yang kusadari
kini telah kau kunci dan aku terjebak di situ..

KITA

kutitip matahari di wajahmu
kutitip telaga warna pada bening matamu
sebagaimana bulan membawa cahayanya kepada langit
sebagaimana air membasahi tanah tanah kering
sebagaimana kau membawakan sunyi yang syahdu di kepala
sebagaimana kau itu adalah aku

DESEMBER

Bulan bulat penuh di langit, sayang
Ketika kutatap malam sendiri diatas jam 10
Mengingat ingat kenangan ketika di senja yang hujan
Kau dan aku melacurkan diri pada cinta
Menjaja rindu pada tiap serangga yang lewat
Menyusupkan segenap tanya atas cinta yang tak mengerti
Di sakumu selalu ada namaku dan kondom itu

Bulan bulat penuh di ujung desember, sayang
Ketika hujan dan kenangan membawaku pada perih yang nyata
Kau dan aku menari di atas duka lara
Sekian lama bersenggama hingga berpisah di suatu ketika

AKU YANG RINDU

Terasa getir di antara rinairinai hujan
Serupa pekat di antara cahaya bulan
Saat kau tak hadir dalam inginku
Ketika kau diam dan tak terbaca
Sedang ingin aku menatap samudra biru di matamu
Setiap hari..

DENGAN SEGALA

oh ya, beginilah rasanya jika jiwa yang bahagia kau buat mati. rindu merejam di setiap tepukan jantung, harapan lalu menjadi masa depan dengan kau sebagai tuanku. tak ada yang dapat menghantar pilu sebegitu tajamnya saat dalam kesunyian ini kudengar suara hujan mengetuk ngetuk jendela kamar dan mengharap suara itu adalah engkau yang menikam malam malamku setelah hari ini.
ya. beginilah rasanya jiwa yang bahagia lalu kau buat mati. kesedihan abadi seperti matahari dan bulan yang mengitari bumi..
(dengan segala keterbatasanku, semoga Kau mengerti bahwa hanya ada Kau di hatiku)

KEPADA FA

Fa,
Telah kurasakan bagaimana sepinya hari saat kau tak datang
Hujan turun membawa badai di hati
Terik matahari bak pijar api, nalarku terbakar
Begitu resah membutakan ingin
Fa,
Sunyi datang tiap malam
Waktu pun gegas berlari
Dan kenangan serupa embun pagi melekaskan waktu
Serupa tak kau tahu bagaimana jiwaku menginginkanmu
Fa,
Memandang wajahmu di sela angin dan dedaunan
Tertukar siang menjadi senja di sekedip mata
Tak sempat bahkan kutatap langit
Rindu lalu menjadi begitu pekat
Menyiram seribu kehampaan di sini

Fa,
Hati ini rindu tak berperi..

(Kau yang slalu kutunggu di kota ini, Kita bahkan tak sempat menghitung kekecewaan saat hujan datang. Jakarta macet atau kotamu dan kotaku yang terlalu lama berpisah, manalah Ku tahu sedangkan suaramu teredam arus Mahakam.. )

FIRASAT YANG KERAS KEPALA

menatap luka sembari mengingatmu
kupikir kau mencintaiku..

hanya puisi ini, kenangan terakhir
ketika rindu mulai memilih jalannya untuk kembali sunyi
sembunyi di peradaban sepi....

RINDU NYANYIANMU

degupkan jantungku lagi dengan nyanyianmu sebelum sunyi mengendalikan keadaan sebelum matahari membakar ilusi asmara kita menjadi sesuatu yang kabur tak terlihat tak berbentuk dan mati seperti sekuntum bunga layu kelopaknya yang gugur lalu tertutup daun kering yang dibawa angin barangkali kesadaran akan datang setelah serpih kenangan mengetuk jendela kamarmu menyerupai embun yang menempel dikaca buram mengaburkan cahaya matahari memaksa agar mimpi yang kau temui hanyalah aku.

BETAPA PILUNYA HARAPAN

Aku tak peduli apakah kita dapat membaca matahari, bulan ataupun langit. Kita tidak hanya akan menemukan kekosongan dan sebanyak mana kesepian ini mendera, namun kita juga menemukan arti bahwa matahari, bulan dan langit ada karena begitulah cara tuhan mencintai. Hanya saja misteri pertemuan kita tak pernah menjadi begitu jelas.
Bagaimana cara tuhan bekerja, masih berupa kotak hitam tak tersentuh. Penuh tekateki dengan huruf simpang siur mencekik mata dan jiwa, membayang di setiap nafas yang terdera getar pilu, ketika perpisahan mulai merayapi waktu, ketika tersadar bahwa kau dan aku akan menua.
Dan tak banyak sisa hari yang mungkin dapat kugenapkan sebagai keinginanku untuk menghabiskan katakata bersamamu. Bahkan percaya satu kesempatan akan membuatku hilang dari paruparumu, lalu kau tak dapat menghitung seberapa banyak pepohonan menggelap saat senja membawa malam kedalam kesunyian.
Aku yang tak jera memandang wajahmu, selalu ada di setiap masa untuk membalut luka luka baru saat menelan seruan keinginanmu sendiri, menjelajahi kekasih demi kekasih, dari satu kota kekota yang lain. Dari sebuah gelisah ke resah yang kelam. Lalu terpuruk di ujung jam jam yang berderak sempurna. Memilih waktu untuk kesepian bersama aroma parfum yang basi.
Aku tidak akan meninggalkanmu. Meski fisik kau sudah tak di sini. Meski tak kudengar matamu membaca kesedihan alam, lalu meneriakkan sunyi seperti suara gong bertalu di tengah butanya malam. Tidak akan! Dan lihat, seperti hujan kepada musimnya, janjipun akan kutepati.
Aku akan mengabadikanmu dalam imajinasi, meski direalitas jantung ini tak sudah sudahnya kau cabik hati dengan rindu..

DIPERJALANAN ITU

Selamat pagi hujan, maka di sinilah aku. sekelam sunyi itu mempermainkan rintikmu di antara jalan jalan, bandara, terminal dan pasar pasar selalu ada yang tenggelam dan basah dengan air mata langit ketika kau datang di musim ini meski debu dan daun daun akan terus ada dan menguning.

Selamat datang kesunyian, tak ada yang dapat menggantikanmu ketika kepastian hanya berupa namanya di tengah deras hujan. lembab, gigil dan memang tak pasti. di kota ini lalu berserak luka luka baru dengan perih yang sama kurasakan keabadiannya bersama sunyi, melampaui rasa itu sendiri, melampaui kekuatanku untuk menolaknya datang.

Di sinilah aku berjalan dari satu duka ke perjalanan cinta yang lain. hanya saja namamu masih terbawa dalam setiap langkah menyeret bimbang namun kuasa menepi itu adalah mimpi dan bila kau bukan kita, maka hentikanlah pikirku selekas kau datang di pintu angin dan rerumputan bila purnama padam. aku selalu menunggu meski kelam dan sunyi tetaplah aku

Makassar, (diperjalanan rindu pada suatu ketika)

PERJUMPAAN YANG TIADA

dalam sebuah kesunyian,
kita adalah sepasang kekasih
memutari waktu dengan sekelumit rindu
juga duka yang kian lapuk memakan hatiku
ketika satu satu kekecewaan memutari
kita seperti jarum jam

dan aku mencintaimu
seberat cinta itu sendiri memberi keleluasaan
kepada kita untuk memilih
namun seperti jalannya cinta itu menuju
keabadiannya,
kau bahkan tak lekas menangkup rinduku
sebagaimana cinta itu adalah kau dan aku

lalu aku mengingatmu dengan sejuta kepedihan
karena ketika memikirkanmu,
aku tak bisa menahan benakku untuk melupakanmu
sedang kita adalah keinginan itu sendiri,
untuk tiap perjumpaan yang tiada

ADA YANG BODOH

Lihatlah, aku mencintaimu seperti lelaki tua yang memadamkan cahaya di matanya lalu berjalan meraba raba kearahmu. Tak peduli cahaya penuh warna yang buram pada pandang tepiannya mengelabui, bahwa aku juga dibutuhkan di sana lalu jangan melangkah kearahmu. Tak peduli angin menerabas segala harap ketika langkah ini tinggal sejenak, aku bahkan terus berjalan, meski mungkin hanya sedepa dari jarakmu, jurang kelam menunggu kita..

SELALU ADA DOA UNTUKMU

Kepedihan yang kau dera di kala sunyi
Segala rintih terucap di saat sepi
Sesanggup kau bertahan,
Biar ku eja seperti menghitung kenangan satu persatu
Kenangan pada setiap masa di mana telah kucukupkan waktu
Untuk kita tidak perlu berlama lama
Toh, hatimu bukan selamanya milikku
Dan tiap kenangan punya waktunya sendiri sendiri

Di segala doa kau ku ucap
Seperti mengucap selamat tinggal ketika kita pulang
Dan menemukan ikan piaraan kita sudah mati
Seperti mengucapkan doa doa ketika selesai sembahyang
Semua masih seperti ketika mengucapkan kalimat sakti
Berharap engkau akan pulih dan mengirim sunyi kedalam hatiku
Meski mungkin tak berkurang peluhmu memaki tuhanmu..

KAU ADA DI MANA

siang dalam kenangan
tak letih menunggu di cavenagh bridge
berpayung gerimis dan hijau fullerton river
secangkir coffe latte,
juga oreo ice cream cake
mengingat rindu yang tak lekang
kau slalu dalam bayang itu

di persimpangan clarke quay
hanya ada wajah wajah oriental
sedang tawamu memasung seribu kenang
dengan kokoro notomo terbawa angin senja

ahh engkau,
di mana harus kucari kisah kita yang dulu..
13/12/2009

ENGKAU

suatu hari nanti dalam hidupku
aku ingin kau menjelma jadi apapun
agar kita begitu dekat dan menjadi sesuatu
yang bisa saling bertanya tentang cinta
yang pernah terbawa angin ketika ombak
dan burung laut memisahkan raga
namun kau selalu menjelma menjadi sunyi itu

SAAT SAAT MENGINGATMU

ku nikmati hari dengan secangkir teh dan
setangkup roti kacang,
suara gelegak air dalam teko di atas kompor
dan cahaya matahari pada pukul 8 pagi
kesunyian menyibak hari digeliat waktu
mengirim lembar lembar kerinduan yang
menulikan harapan

mengingatmu,
tidak saja ada duka, kelam dan
musim hujan di hatiku
kenangan bahkan tak jemu membekukan langkah
tak terpetakan arah kemana menuju
hanya pikiran liar dan
suara radio yang menyeruak kesepian
seperti denting denting piano..

SIAPA

aku yang berdesir ketika mengingatmu
malam adalah cumbumu di bawahku
dan siang kita menari nari dalam hujan rindu
ya,
kasurpun ingin jadi perempuan
sementara guling dan selimut hanya jadi penggembira

ayolah!!
belum ada yang menjadi pemenang
pertarungan kita terlalu pagi bila harus terhenti..

BAGAI MUSIK

ada musik Samba di dadaku ketika mengingatmu.
bukan lagi rindu yang penuh beat pada not ke 9,
seperti irama Ballad yang sering
kau lagukan untuk cinta kita.
dan di bawah langit Jakarta aku
menanggung sunyi ditemani bulan,
betapa sepi tanpamu..